Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Senin, 14 Juli 2008

Mengosongkan Rumah di Jantung Borneo

 Jumat, 09 Mei 2008 17:11 WIB

Mengosongkan Rumah di Jantung Borneo

 

ANCAMAN kehilangan satwa endemik di Kalimantan Tengah (Kalteng) disambut oleh pemerintah daerah (pemda) dengan tenang. Pada setiap kesempatan pemda mengaku tetap berusaha mengontrol dan membuat jalur konservasi di dalam rencana perluasan lahan perkebunan sawit.

Tetapi namanya rencana, ada saja distraksi. Kadang keluar dari jalur dan selalu ada pemaafan, banyak permakluman.

Tatkala jumlah orang utan di kawasan itu berkurang 5.325 ekor per tahun, sebuah draf rencana tata ruang wilayah tiba-tiba muncul bak malaikat pencabut nyawa. Pemda berkeinginan melepas kawasan hutan tropis seluas 455.000 hektare (ha) untuk menggenjot produksi kelapa sawit.

Diprediksikan populasi orang utan di kantong konservasi terbesar dunia itu beranjak menuju ke titik nol. Aktivis Centre for Orangutan Protection (COP) memperkirakan hanya tersisa waktu dua hingga tiga tahun lagi orang utan subspesies Pongo pygmaeus wumbii yang berada di luar kawasan konservasi benar-benar punah.

Penggiat isu hutan COP Novi Hardianto, Rabu (7/5), mengungkapkan pengamatan lapangannya. Sejumlah perusahaan yang sudah tergabung dalam Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) --suatu komitmen industri untuk memastikan produksi minyak kelapa sawit ramah lingkungan-- masih menggusur hutan primer serta kawasan bernilai konservasi tinggi.

"Mereka tetap saja membabat hutan, dan orang utan terus menjadi korban," kata Novi.

Sepanjang 2006, Pusat Reintroduksi Orangutan Nyarumenteng menerima 256 orang utan baru yang diselamatkan dari area perkebunan sawit. Jumlah tersebut turun menjadi 93 satwa pada 2007 dan 15 satwa hingga Maret 2008.

Tetapi tren penurunan ini bukan refleksi dari konservasi yang berjalan mulus. "Melainkan karena semakin selektifnya penerimaan orang utan baru. Hanya yang masih bayi atau terluka parah akan diterima," ujar Novi seraya merujuk daya tampung yang siap luber.

Orang utan yang tidak tertampung terpaksa ditranslokasi ke hutan terdekat. Tanpa langsung disadari bahwa orang utan justru dikondisikan pada pilihan buruk yang hanya menunda kematian. Pasalnya, hutan translokasi itu milik perusahaan sawit lain.

Paling dilindungi

Di atas kertas, orang utan termasuk satwa liar paling dilindungi Undang-Undang Konservasi No 5/1990. Tetapi belum pernah ada kasus perburuan, penangkapan, maupun pembunuhan orang utan di area konsesi sawit yang berakhir di pengadilan.

Kalteng adalah sentral ironinya. Menurut data populasi dari Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) pada 2004, daerah ini memiliki populasi orang utan terbesar di dunia, sekitar 31.300 satwa.

Namun, karena laju penurunan orang utan rata-rata mencapai 9% per tahun, diyakini populasi orang utan telah merosot menjadi sekitar 20 ribu satwa. *

 

clara@mediaindonesia.co.id

Tidak ada komentar: