Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Rabu, 10 Desember 2008

Undangan

UNDANGAN PEMUTARAN PERDANA FILM


“PETAK DANUM ITAH” 

(TANAH AIR KITA)

COP / Centre for Orangutan Protection mengundang anda  untuk hadir :



WAKTU: 

Selasa, 16 Desember 2008
Pukul 10:00-13:00

TEMPAT:

Erasmus Huis, Kedutaan Belanda
Jl. H.R. Rasuna Said Kav. S-3,
Kuningan Jakarta 12950, 


Deskripsi :
Petak Danum Itah adalah sebuah film dokudrama yang dibuat dan diperankan
oleh masyarakat Desa Tura yang menolak kehadiran Perkebunan Kelapa Sawit di
daerah mereka.

Mereka khawatir bila industri masuk dan membuka hutan yang selama ini
menjadi tumpuan mereka hidup maka mereka akan kehilangan mata pencaharian
mereka dari mulai mencari rotan, menyadap karet sampai sawah tadah hujan dan
mencari ikan.

Pembicara:

- Daryatmo, Kepala Desa Tura, Kecamatan Pulau Malan, Kabupaten
Katingan, Kalimantan Tengah
- Hardi Baktiantoro, Direktur Center for Orangutan Protection

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi:


KONFIRMASI DAN INFORMASI: 

Novi Hardianto, COP Habitat Program Manager di 0819817911, forest4@cop.or.id

Sadewa, COP Habitat Program Assistant di 081334107925, sadewa@cop.or.id

Hardi Baktiantoro, COP CEO di 08183338911, orangutanborneo@mac.or.id






Perjalanan Menelusuri Jejak Orangutan di Hutan Belantikan


Perjalanan Menelusuri Jejak Orangutan di Hutan Belantikan



 

oleh Sadewa, Staf Program Habitat

Centre for Orangutan Protection

 

 

Menelusuri hutan Kalimantan adalah hal yang saya nanti-nantikan sejak saya bekerja di Centre for Orangutan Protection (COP) selama hampir 3 bulan. Rasa ingin tahu saya tentang kondisi hutan Kalimantan yang disebut-sebut sebagai jantung dunia dan juga rumah bagi orangutan dan ribuan spesies lainnya selalu mengganggu dalam pikiran. Pertengahan bulan Oktober adalah saatnya saya bersama Novi Hardianto, Manajer Program Habitat, melakukan survey habitat orangutan di daerah Kalimantan Tengah.

 

Pada suatu pagi yang cerah, kami berangkat menggunakan mobil sewaan dengan tujuan Belantikan Raya, Lamandau. Saya dan Novi dibantu oleh dua orang lainnya, yaitu Frans dan Andi. Frans adalah sopir handal yang suka berpetualang, sedangkan Andi adalah saudara Frans yang diajak untuk membantu perjalanan ini.

 

Di tengah perjalanan, saya menyaksikan sungai-sungai besar yang meluap setelah hujan deras sehari sebelumnya. Beberapa rumah penduduk di sekitar sungai tampak terendam banjir. Penduduk pun sepertinya telah terbiasa dengan seringnya banjir melanda daerah mereka. Saat langit mulai gelap, kami pun segera mencari tempat penginapan.

 

Perjalanan kami lanjutkan setelah cukup beristirahat. Selama perjalanan ini saya menyaksikan betapa lajunya perindustrian telah menghabiskan ratusan ribu hektar hutan di Kalimantan Tengah. Dari atas jalanan menanjak ke arah bukit di daerah Runtu kami berhenti untuk memotret. Sejauh mata memandang yang saya lihat adalah kelapa sawit muda yang ditanam dengan sangat rapi seperti barisan. Kurang dari sepuluh tahun yang lalu daerah ini mungkin adalah hutan lebat yang ditumbuhi berbagai jenis pohon dan pastinya juga berbagai macam jenis satwa hidup di dalamnya.

 

Semakin jauh masuk ke pedalaman semakin banyak perkebunan skelapa sawit yang kami lihat. Dari tinggi pohon dan lebatnya daun, diperkirakan perkebunan tersebut sudah berumur belasan tahun. Sekitar satu kilometer dari perkebunan sawit, beberapa pekerja menunggu truk-truk pengangkut lewat. Sesaat setelah truk itu berhenti, para pekerja sawit naik di bak belakang truk untuk diantarkan ke kebun sawit yang kami lewati tadi.

 

Setelah melewati tiga desa kami sampai di sebuah pos penjagaan PT. Kalimantan Prima Coal (PT KPC) yang dijaga dua petugas. Kami pun turun dari kendaraan untuk meminta ijin, karena lokasi tujuan survey di Nanga Matu harus melintasi area konsesi perusahaan pertambangan itu. Seorang petugas berbadan tegap tidak mengijinkan kami masuk setelah Novi mengatakan kalau kami sedang melakukan survey orangutan. Petugas lain memberitahu kami dengan lebih ramah“, Ini adalah wilayah perusahaan, bukan jalan umum. Silahkan ambil jalur lain.” Petugas yang masih muda ini lalu menjelaskan jalan lain menuju Nanga Matu melalui Sei Palikodan.

 

Kami pun akhirnya harus kembali untuk menuju Nanga Matu melaui jalan lain. Saat berjalan sekitar 5 kilometer, dari kejauhan nampak debu tebal berterbangan dari truk yang sedang menaiki tanjakan. Sopir kami berseru, “Itu truk pengangkut kayu logging!” Novi pun segera meminta Frans untuk mengejar truk itu agar kami bisa mengambil gambarnya dari dekat. Kamera sudah dalam pegangan, saya pun segera memotret ketika kami mendekati truk itu. Muatannya kayu-kayu berdiameter lebih dari satu meter dengan panjang mencapai lebih dari 10 meter.

 

“Mungkin itu truk milik perusahaan penebangan di tepi sungai yang kita lalui tadi,” kata Frans. Ia menyebut nama seorang pengusaha yang cukup dikenal di Pangkalanbun, pemilik perusahaan tersebut. Setelah cukup memotret, sopir kami mengurangi laju mobil. Truk itu masih berjalan dan semakin menjauh.

 

Di desa Bayat, kami berkenalan dengan seorang pemuda setempat di sebuah warung yang kami singgahi. Pemuda tersebut bernama Jackius, atau Ius panggilannya. Ia menjelaskan arah menuju ke Nangamtu setelah kami menanyakan dimana lokasi desa tersebut. Bahkan, ia pun bersedia mengantarkan kami, karena ia juga akan pulang ke kampungnya yang terletak tak jauh dari desa tujuan kami. Beruntung, kami akhirnya mendapatkan seorang penunjuk jalan.

 

Oleh Ius kami disarankan untuk bermalam di camp PT Karda Traders, sebuah perusahaan penebangan kayu yang beroperasi di Belantikan Hulu dan memiliki camp di desa Sei Palikodan. Seperti di area konsesi PT KPC, jika ingin mencapai desa berikutnya harus melewati pos penjagaan milik PT Karda Traders. Bedanya, di camp ini pos penjagaan dijaga oleh sekitar sepuluh anggota Brimob. Meski pos ini dijaga lebih banyak petugas, tapi kami lebih mudah mendapatkan ijin melintas. Malam itu kami menginap di camp  tersebut setelah  mendapatkan ijin dari pimpinan proyek.

 

Keesokan paginya matahari tertutup mendung. Kami bangun dan mengamati hutan-hutan yang berada di sekeliling camp. Ternyata hutan itu masih cukup lebat. Kawasan ini hingga melewati 5 desa ke arah utara mendekati pegunungan Swachner masih merupakan kawasan hutan yang dihuni oleh berbagai macam jenis satwa diantaranya Owa, Tarsius, Rangkong, Kancil, dan juga Orangutan.

 

Kami segera bergegas untuk segera melanjutkan perjalanan. Sebelum berangkat Ius memberitahu bahwa perjalanan ini nanti akan menempuh medan yang berat, karena jalan yang akan dilalui cukup licin setelah diguyur hujan beberapa hari yang lalu. Mobil Kijang Krista yang kami bawa juga tidak mendukung untuk kondisi medan yang kami lalui. Seperti yang dikhawatirkan, mobil kami sempat terperosok ke dalam lumpur hingga dua kali. Hingga sampai pada tanjakan sebelum masuk desa Nanga Matu mobil kami tidak sanggup naik karena jalan cukup licin dan saat itu hujan mulai turun. Siang itu kami memutuskan kembali ke desa Benuatan untuk menyewa perahu penduduk dan meneruskan perjalanan lewat jalur sungai.

 

Hutan di sepanjang jalur sungai Belantikan yang kami susuri adalah hutan primer yang masih terjaga, meskipun di beberapa titik kami temui beberapa lahan terbuka yang telah dibakar oleh penduduk setempat untuk dijadikan ladang. Selama menyusuri sungai itu kami juga melihat beberapa jenis satwa yang hidup di sekitar sungai, seperti Rangkong, Elang Bondol, Bekakak, dan Kera Macaca.

 

Kami sampai di Nanga Matu setelah menempuh hampir dua jam perjalanan. Desa Nanga Matu adalah sebuah perkampungan kecil yang dihuni 39 kepala keluarga. Di desa ini terdapat sebuah base camp milik Yayasan Orangutan Indonesia (Yayorin). Ius mengantarkan kami ke camp Yayorin tersebut untuk singgah. Kami mendapatkan banyak informasi dan wawasan tentang pemberdayaan masyarakat dari sharing dengan staf Yayorin.

 

Berdasarkan Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) 2004, populasi orangutan di kawasan Belantikan ini diperkirakan sekitar 5000 ekor. Dengan luas hutan yang masih tersedia, maka populasi orangutan di daerah ini masih bisa bertahan. Namun, dari pengamatan dan interview masyarakat yang kami lakukan di beberapa wilayah, untuk tahun-tahun ke depan populasi ini dapat terus menurun. Hutan di daerah ini masih terancam oleh praktik pembabatan pohon dan pembukaan lahan.

 

Warga yang kami temui di desa Kahingai mengatakan bahwa beberapa kali perusahaan kelapa sawit ingin membuka lahan di daerah ini, tapi warga selalu menolak tawaran tersebut. “Selama bertahun-tahun kami masih mempertahankan hutan di sini dari perusahaan sawit. Kami tidak pernah menerima tawaran mereka, karena perusahaan sawit selalu menginginkan lahan yang luas. Hutan kami bisa habis,” kata Kibung, warga setempat.

 

Kibung juga menambahkan bahwa PT KPC yang berada di desa Bayat saat ini telah beroperasi, padahal perusahaan pertambangan baru tersebut masih berijin survey. “Kami melihat alat-alat produksi PT KPC telah bekerja. Mereka juga telah mengeluarkan limbah yang dibuang ke sungai. Setahu kami perusahaan belum mendapat ijin produksi,” ujarnya.

 

Siang itu kami memutuskan untuk meninggalkan Belantikan. Kami telah mendapatkan cukup informasi dari survey yang kami lakukan untuk mengetahui kondisi habitat orangutan beserta ancamannya di daerah tersebut. Keesokan harinya kami harus meneruskan survey di lokasi lainnya, yaitu Tumbang Telaken dan Taman Nasional Sebangau.

 

Kamis, 04 Desember 2008

Perburuan Paus di lamalera


Laporan Investigasi Perburuan Paus di Desa Lamalera Pulau Lembata

Dan Desa Lamakera Pulau Solor

Nusa Tenggara Timur

 

 

  1. Sekilas Tentang Perburuan

 

Lamalera terletak di pantai selatan Pulau Lembata Provinsi Nusa Tenggara Timur. Saat ini Pulau lembata sudah menjadi Kabupaten sendiri yang sebelumnya gabung dengan Kabupaten Flores Timur. Dihadapannya terbentang laut sawu yang cukup ganas. Sudah sejak dulu masyarakat Lamalera terkenal sebagai masyarakat nelayan, dan penangkap ikan paus secara tradisional. Secara administratif desa Lamalera berada di wilayah Kecamatan Wulandoni, di perkampungan tersebut lamalera terbagi menjadi dua desa yaitu Desa Lamalera A dan Desa Lamalera B dengan jumlah penduduk kurang lebih 2.000 jiwa.

 

Dulunya kampung Lamalera merupakan kampung terpencil, terisolasi dan jauh dari keramaian, saat ini sudah mulai ada pembangunan PLN dan pembuatan jalan aspal untuk memudahkan alat tranportasi. Kampung – kampung lamalera pun dibangun diatas batu cadas dan karang tepat di kaki atau di lereng bukit atau gunung. Desa Lamalera dengan panorama alam pegunungan yang sedikit gersang serta deruhnya ombak pantai selatan, topografinnya yang bergunung – gunung dan bebatuan dan disertai dengan kemiringan yang cukup terjal yang menantang hidup dan kehidupan orang lamalera.

 

Sepertinya sangat tidak wajar nelayan bila masyarakat desa Lamalera lebih memilih berburu ikan –ikan besar yang sebenarnya adalah termasuk kedalam jenis – jenis “Mamalia Laut” (Cetacean) yang besar dan sangat beresiko tinggi bila dibandingkan menangkap ikan lainnya, tapi itulah kenyataan yang terjadi dengan kondisi alam, topografi, serta bekal kemampuan yang digariskan secara turun menurun oleh nenek moyang mereka. Sehingga membuat mereka terbisa dan pasrah akan bahaya yang selalu dihadapi untuk menyambung hidup dengan berburu paus. 

Sebelum musim berburu, desa Lamalera memiliki tradisi atau budaya penangkapan paus yang setiap tahunnya diadakan uipacara adat sekaligus misa untuk memohon berkah dari sang leluhur serta mengenang para arwah nenek moyang mereka yang gugur di medan bahari bergelut dengan sang paus. Upacara dan Misa  atau biasa di sebut “LEFA” dilaksanakan setiap tanggal  1 Mei.

 

Secara resminya penangkapan ikan paus terjadi pada bulan Mei – November, namun tak jarang juga  bulan Desember – April nelayan lamalera tetap melakukan penangkapan paus ketika paus tersebut melewati perairan laut Sawu. Hal ini bukan bearti melanggar adat yang sudah di tetapkan, dimana pada bulan – bulan tersebut orang lamalera menamakan bulan perburuan atau yang di sebut dengan Baleo.

Musim Lefa ini merupakan waktu khusus untuk melaut, serta berburu ikan paus dan ikan –ikan besar kainnya seperti lumba-lumba, hiu, pari. Disaat musim inilah masyarakat Lamalera beramai-ramai pergi melaut. Menurut mereka di musim – musim inilah ikan – ikan besar sering muncul dan bermain menampakan dirinya di permukaan Laut Sawu.

 

Masyarakat Lamalera pada prinsipnya untuk berburu menggunakan cara tradisional, untuk menangkap Paus atau biasa di sebut “Kotoklemah” (Sperm Whale/Physeter macrocephalus) menggualakan perahu layar yang menurut bahasa daerah Lamalera disebut Peledang. Perahu layar tersebut di lengkapai dengan alat tikam/ harpun tangan yang disebut “Tempuling”, tali panjang (tali leo), yang ikatkan pada mata tombak (tempuling), dan ditambah bambu sepanjang 4 meter sebagai alat bantu tikam. Dalam satu peledang biasanya di muati oleh 7 Crew dan orang yang khusus memegang peranan dalam menikam paus adalah juru tikam yang disebut Balafaing (Lamafa).

 

Peledang didisain tanpa ada penutup agar para awak kapal dapat memantau ikan yang muncul kepermukaan. Setelah sudah terlihat maka peledadang akan mendekati ikan tersebut dan juru tikam angkat tempuling dan siap untuk menancapkan tempuling tersebut tepat kebagian jantung paus tersebut, biasanya tiakaman sampai 4 kali atau bahkan lebih. Ketika tikaman pertama ini merupakan saat–saat yang paling berbahaya bagi para awak peledang karena paus akan berontak dan mengamuk, tak jarang perahu  peledang akan di bawa oleh paus ke dalam laut atau terbalik balik bahkan dihancurkan oleh oleh kepala atau ekor paus.

 

Setelah paus sudah mulai lemah dan tidak berdaya lagi untuk lebih mempercepat kematian maka ada bagian yang di robek oleh pisau tajam agar darah cepat keluar dan paus tersebut cepat mati. Setelah terlihat mati  maka paus tersebut di tarik/ditonda  oleh perahu - perahu tersebut sampai kepantai lamalera, dan siap untuk dipotong dan dibagi-bagi. Pembagian daging paus sudah ditentukan sejak jaman nenek moyang mereka.

 

Semua bagian paus adalah penting dan terpakai semua antara lain adalah daging, kulit, lemak, darah, dan tulang. Ketika ada satu ekor paus ditikam maka semua masyarakat Lamalera akan mendapatkan jatah semua, walaupun  tidak ikut kelaut, karena bisa dibarter dengan ikan lain atau hasil bumi.

 

  1. Fakta Lain Yang Terjadi

 

Beberapa ketentuan yang sudah ditetapkan  oleh nenek moyang mereka dalam memburu paus yang perlu diperhatikan adalah jumlah, ukuran jenis kelamin serta umur. Menuru nenek moyang mereka paus yang tidak boleh ditangkap adalah paus yang sedang kawin, anak, dan betina yang sedang hamil. Tapi nampaknya saat ini masyarakat sudah tidak menghirauakan aturan-aturan adat yang sudah di tetapkan oleh nenk moyang mereka, apalagi ditambah oleh kemajuan teknologi yaitu adanya peledang yang menggunakan mesin boat 15 PK, dan  perahu/jonson (matros) yang mencari ikan – ikan besar dengan mesin boat 15 PK mereka juga memantau keberadaan paus di Laut Sawu, ketika mereka melihat maka jonson akan memberi tanda kepada jonson lain atau masyarakat didarat sebagai tanda “Baleo”.

Jenis paus yang ditikam oleh masyarakat Lamalera adalah paus sperma / sperm whale (Physeter macrocephalus) atau biasa disebut orang Lamalera adalah “kotoklemah”. Mereka sangat pantang sekali untuk menikam paus – paus lain, seperti jenis “kelaru” (Minke whale/Balaenoptera acutorostrata) yang juga merupakan salah satu jenis paus yang biasa ditikam oleh masyarakat Lamakera di Pulau Solor, kerena munurut sejarahnya klaru pernah menolong nenek moyang mereka tapi apa yang terjadi ikan tersebut saat ini juga mereka tikam jika melewati laut sawu.

Memang unik dan sedikit aneh karena masyarakat Lamalera mempunyai kebiasaan menikam semua jenis ikan, dan sangat jarang sekali yang mencari ikan – ikan kecil, paling – paling ikan terbang. Salah satu orang yang berprofesi sebagai guru SLTP di desa Lamalera, beliau mencatat jenis dan jumlah ikan yang ditikam masyarakat Lamalara sejak tahun 1996 sampai sekarang. Adapun jenis – jenis ikan yang biasa ditikam masyarakat Lamalera antara lain  :

 

  1. Paus / Kotoklemah / Paus sperma / Sperm Whale / Physeter macrocephalus
  2. Temu Bela / Lumba-lumba besar / Pilot Whale / Globicephala melaena
  3. Seguni / Ikan ganas / Killer Whale / Orcinus orca
  4. Ikan Mera /
  5. Kelaru / Minke Whale / Blaenoptera acutorostrata
  6. Iyu Bodo/Iyu Kiko / Whale Shark
  7. Temu Blure / Lumba-lumba kecil / Dolphins
  8. Moku / Pari kuning
  9. Bou / Pari kecil
  10. Blele / Pari besar
  11. Kebeku / Ikan matahari / mola - mola
  12. Ikan Raja / Tuna
  13. Kea / Penyu

 

Dari catatan tersebut ternyata masyarkat Lamalera menikam 6 jenis paus yang melewati perairan laut sawu. Untuk panjang paus yang mereka tikam sekitar 6 – 13 meter. Bagian yang paling utama dimanfaatkan dari Paus adalah adalah :

  1. Daging, warna daging paus adalah kemerahan, layaknya jenis mamalia lain. Biasanya daging – daging tersebut diawetkan dengan bantuan sinar matahari setelah dibubuhi garam, ketika daging paus benar – benar kering dapat disimpan sampai 1 tahun lebih.
  2. Kulit, paus mempunyai ketebalan berkisar 10 – 20 Cm juga diawetkan dengan dijemur di bawah panasnya matahari
  3. Minyak, diperoleh dari bagian kulit dan lemak otak biasanya ketika kulit di jemur maka minyak akan menetes sedikit demi sedikit, kemudian ditampung. Biasanya minyak yang diperoleh dari proses penjemuran kulit berwarna hitam dan bau tidak sedap, tapi jika minyak diperoleh dari hasil memanaskan dengan api diletakkan diatas kuali dan ditambah sedikit rempah – rempah akan terlihat kuning jernih seperti minyak kelapa dan bau harum. Minyak paus dimanfaatkan sebagai bahan bakar lampu pelita yang tidak menimbulkan efek polusi seperti lampu lentera bahan bakar minyak tanah, bisa juga dimanfaatka sebagai minyak goreng bahkan sebagai obat.
  4. Tulang paus dulu dimanfaatkan sebagai tempat untuk menumbuk jagung, tapi saat ini banyak yang memanfaatkan sebagai suvenir seperti dibuat asbak dan miniatur kotoklemah dan di jual kewisatawan yang berkunjung ke Lamalera.
  5. Gigi, biasa dimanfaatkan sebagai cincin atau bandl kalung karena menurut kepercayaan sebagian masyarakat Lamalera gigi seguni / killer whale bisa di gunakan sebagai penangkal ilmu hitam / black magic.
  6. Darah paus juga dimanfaatkan masyarakat lamalera sebagai bahan campuran untuk mengolah masakan daging paus.

 

Dari tahun 1996 sampai tahun 2005 tercatat sekitar 1084 ekor cetacean yang di tikam oleh masyarakat Lamalera, dengan perbandingan paus sekitar 489 ekor dan lumba – lumba sekitar 595 ekor.

 

  1. Mengintip Sisi Perdagangan Bagaian-bagian Paus

 

Penangkapan paus secara tradisional di Lamalera pertama kali dicatat pada abat ke-7. Kapal penangkap paus dari Amerika dan Eropa datang ke kawasan ini pada abad ke-18 (Barnes 1980). Samapai saat ini penangkapan paus secara tradisional masih berlangsung. Data yang tersedia menunjukkan  bahwa terjadi suatu penurunan hasil tangkap paus dari tahun ke tahun. Namun demikian sampai saat ini belum diketahui sebabnya secara jelas, yang pasti hal ini dapat di sebabkan adanya penurunan populasi paus dikawasan ini atau karena jumlah peledang sudah menurun atau kelompok paus bermigrasi dengan jalur lain ?. Hasil tangkapan terbesar terjadi pada tahun 1969, ketika itu tertangkap sekitar 59 ekor paus sperma/kotoklemah.

 

Lamalera merupakan salah satu desa terpencil  yang sudah banyak dikenal dan diekspos  oleh dunia luar tentang perburuan paus. Awal tahun 1980 suatu project yang di biayai oleh FAO mencoba untuk mengenalkan perburuan paus secara modern dengan menggunakan kapal yg lebih tinggi kecepatanya serta senjata untuk membunuh paus. Proyek ini dilakuakn karena berbagai halangan dan masalah yang tidak dapat diatasi dengan hanya menyediakan teknik modern bagi penduduk desa, tetapi juga karena pandangan dan pendapat penduduk lokal, misalnya memasarkan daging paus adalah tidak mudah karena penduduk adalah nelayan subsisten, serta ekonomi pasar belum masuk kedalam cara berpikir mereka (Barnes 1984).

 

Saat ini jumlah pemburu paus menurun, salah satu alasanya adalah ketersediaan kesempatan kerja selain berburu paus, anak-anak muda pun sudah mulai enggan belajar menikam ikan. Ini juga merupakan peluang yang baik bagi para paus untuk meneruskan kelangsungan hidupnya.

 

Dua tahun kebelakang ada orang berkebangsaan Korea ( Mr.Mon ) yang sudah melirik peluang bisnis daging paus dan lumba-lumba sebagai bahan konsumsi. Menurut penuturan Kepala desa, orang tersebut sebelumnya sudah memiliki restoran daging paus di Korea, tapi karena ada larangan maka restoran tersebut di tutup, di sudah lama di Jakarta dan memiliki istri orang Jawa. Rencara baru orang tersebut adalah ia akan membuar restoran khusus orang Korean dengan menu spesial yaitu daging paus dan lumba-lumba. Bulan Mei 2005 beliau sudah akan melakukan kontrak pembelian daging paus dan lumba – lumba  +  sekitar 4 ton atau bahkan lebih dengan harga Rp. 5000 – Rp. 10.000,- per kilogramnya. Masyarakat sempat tergiur dengan proyek tersebut, tapi melihat kondisi penangkapan paus tahun ini baru 1 ekor, maka untuk sementara kontrak tersebut diputus dahulu, tapi untuk sementara itu orang Korea tersebut pun pulang ke Jakarta untuk mengurus ijin, dan akan membawa mobil es untuk siap menampung daging-daging paus dan lumba-lumba tersebut.

 

Hal tersebut merupakan ancaman yang cukup serius jika hal tersebut benar-benar terjadi, karena dengan begitu akan semakin memacu perburuan paus dan lumba-lumba secara besar-besaran lagi. Sampai saat ini belum  diketahui populasi paus dan lumba – lumba di dunia secara pasti, karena paus merupakan salah satu hewan “High Migratory” (migrasi panjang) seperti penyu.

Sementara bagian lain yang sudah ada peminatnya adalah tulang – tulang paus  baru sekitar dua tahun kebelakang oleh orang Ende di beli dengan harga Rp. 5000- Rp.7000,- per Kg kegunaanya pun belum jelas. Sedang untuk minyak dijual berkisar Rp.20.000 – Rp. 100.000 per botol 600 ml harga tergantung sasaran pembeli. Tulang yang dimanfaatkan sebagai suvenir antar lain asbak dan miniatur paus dijual berkisar Rp. 40.000 – Rp. 200.000,- .Untuk gigi paus yang utuh sekitar Rp. 5000 – Rp 100.000, jika dalam bentuk cincin seharga Rp. 100.000,-

 

Bahkan karena tradisi penangkapan paus ini merupakan satu objek tontonan yang menarik perhatian orang banyak, sehingga babyak para wisatawan terutama wisman yang datang ke desa Lamalera hanya untuk melihat penangkapan paus tersebut, bahkan ada yang ikut dalam perahu untuk dapat melihat dari dekat proses penangkapan paus tersebut. Sehingga saat ini atas dasar kesepakatan warga bahwa wisatawan yang berkunjung ke Lamalera dikenai daftar pembayaran Shooting antar lain sekitar Rp 3 juta untuk melihat pengkapan paus, dan ada daftar lain untu jenis – jenis ikan yang ditikam.

 

  1. Sekilas Tentang Desa Lamakera

 

Desa Lamakera terletak di Pulau Solor, yang masih masuk kedalam Kabupaten Flores Timur, sebagian besar warga Lamakera beragama muslim. Menurut sejarah nya memang ada keterkaitan antara desa Lamalera dengan desa Lamakera, yaitu ada bebrapa suku di Lamalera yang pindah ke Lamakera dan menetap disini. Memang desa lamakera tidak setenar dengan desa Lamalera, tapi sudah ada catatat bahwa desa ini pun juga mempunyai tradisi  berburu paus jenis “Kelaru”, tetapi desa tersebut tidak ada keharusan untuk berburu paus. Tidak seperti di lamalera yang hidupnya sangat bergantung sekali dengan kehadiran kotoklemah sebagai sumber makan utama. Masyakat Lamakera dari dulu sudah terkenal sebagai masyarakat pedagang, seperti berdagang ikan, garam dan parang karena di sana terdapat banyak pandai besi.

 

Tangakap utama masyarakat Lamakera adak jenis – jenis ikan pari, tuna, tongkol, cakalang dll, tapi tatkala para nelayan sedang mencari ikan melihat kelaru maka akan mereka tombak juga dengan alat sama seperti tempuling. Ketika ada nelayan yang menombak paus kelaru biasanya sebagian dagingnya dijual di Pasar Weiwerang Pulau Adonara dengan harga Rp. 100.000,- per 1 m3 . Letak desa Lamakera memang sedikit strategis yaitu daerah pertemuan arus, dan umtuk menuju laut Sawu tidak begitu jauh. Dalam satu tahun tangkapan paus kelaru sekitar 4 – 10 ekor.

 

 

 

Sumber bacaan :

 

1.Ekologi Nusa Tenggara dan Maluku, Kathryn A. Monk dkk  

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran  tabel :

 

 

Data Penangkapan Ikan Besar (Cetacean) di Desa Lamalera

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tahun

Temu Bela

Temu Blure

Iyu Kiko

Ikan Mera

Seguni

Kotok lemah

 

 

 

 

 

 

 

1996

3

3

2

 

 

5

1997

8

8

10

 

 

10

1998

2

2

24

 

 

23

1999

76

6

 

 

 

6

2000

23

97

 

 

 

14

2001

18

113

 

 

 

35

2002

31

115

 

 

 

27

2003

42

22

7

 

5

19

2004

29

135

13

 

1

13

2005

30

94

8

2

2

1

Jumlah

262

595

64

2

8

153

 

 

 

 

 

 

 

Jumlah Total

1084

 

 

 

 

 

 

Taekwondo Moners Club - Unit Edy Yusan

Tae Kwon Do Moners Club 
Unit Edy Yusan

Sekertariat : Jalan Gondang Dia Baru No. 84 Rt.002/09
Telp : 021 84976783

Dojang : 
1. SD Islam As-Syafi'iyah 02
2. SLB As-Syafi'iyah
3. Kampus Universitas Islam As-Syafi'iyah
4. SD Islam Gembira Jatibening
5. SD Katolik Pelita kasih
6. SD Nurul Iman Pondok Bambu
7. Pondok Bambu Permai
8. Menerima Private 


Di sekertariat kami juga menyediakan Perlengkapan taekwondo Seperti :
1. Dobok (seragam latihan) baik sablon ataupun bordir
2. Body Protector / Pelindung Badan
3. Target / cingpet
4. Pelindung tangan, kaki dan kemaluan
5. Sabuk
6. jaket dan training
7. Kaos, stiker dan Pin


Pesan segera Harga khusus pelatih dapat discount.

Pelatih Utama : Sabam Edi Yusan (Dan IV)
Ass Pelatih       : 1. Sabam Novi Hardianto (Dan II)
                             2. Sabam Guruh Ade Putra (Dan I)
     3.  Sabam Subhan (Dan I)
                             4. Sabam Sari (Dan I)
     5.  Sabam Ratna (Dan I)



Taekwondo

Taekwondo

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia
Merapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau wikifisasi artikel. Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini.
Taekwondo

Pertandingan taekwondo dengan regulasi WTF
Nama alternatifTaekwon-Do, Tae Kwon-Do, Tae Kwon Do
FokusKicking/Tendangan
Asal negaraBendera Korea Korea
Olahraga OlimpiadeSejak tahun 2000 (dengan regulasi/peraturan WTF)
Nama Korea
Hangul:태권도
Hanja:跆拳道
Alihaksara Baru:Taegwondo
McCune-R.:T'aekwŏndo

Taekwondo (juga dieja Tae Kwon DoTaekwon-Do) adalah olah raga bela diri Korea yang paling populer dan juga merupakan olah raga nasional Korea. Ini adalah seni bela diri yang paling banyak dimainkan di dunia[rujukan?] dan juga dipertandingkan di Olimpiade.

Dalam bahasa Koreahanja untuk Tae berarti "menendang atau menghancurkan dengan kaki"; Kwon berarti "tinju"; dan Do berarti "jalan" atau "seni". Jadi, Taekwondo dapat diterjemahkan dengan bebas sebagai "seni tangan dan kaki" atau "jalan" atau "cara kaki dan kepalan". Popularitas taekwondo telah menyebabkan seni ini berkembang dalam berbagai bentuk. Seperti banyak seni bela diri lainnya, taekwondo adalah gabungan dari teknik perkelahian, bela diri, olah raga, olah tubuh, hiburan, dan filsafat.

Meskipun ada banyak perbedaan doktriner dan teknik di antara berbagai organisasi taekwondo, seni ini pada umumnya menekankan tendangan yang dilakukan dari suatu sikap bergerak, dengan menggunakan daya jangkau dan kekuatan kaki yang lebih besar untuk melumpuhlan lawan dari kejauhan. Dalam suatu pertandingan, tendangan berputar, 45 derajat, depan, kapak dan samping adalah yang paling banyak dipergunakan; tendangan yang dilakukan mencakup tendangan melompat, berputar, skip dan menjatuhkan, seringkali dalam bentuk kombinasi beberapa tendangan. Latihan taekwondo juga mencakup suatu sistem yang menyeluruh dari pukulan dan pertahanan dengan tangan, tetapi pada umumnya tidak menekankan grappling (pergulatan).

Daftar isi

 [sembunyikan]

[sunting]Tiga Materi Dalam Berlatih

  1. Poomse atau rangkaian jurus adalah rangkaian teknik gerakan dasar serangan dan pertahanan diri, yang dilakukan melawan lawan yang imajiner, dengan mengikuti diagram tertentu. Setiap diagram rangkaian gerakan poomse didasari oleh filosofi timur yang menggambarkan semangat dan cara pandang bangsa Korea.
  2. Kyukpa atau teknik pemecahan benda keras adalah latihan teknik dengan memakai sasaran/obyek benda mati, untuk mengukur kemampuan dan ketepatan tekniknya. Obyek sasaran yang biasanya dipakai antara lain papan kayu, batu bata, genting, dan lain-lain. Teknik tersebut dilakukan dengan tendangan, pukulan, sabetan, bahkan tusukan jari tangan.
  3. Kyoruki atau pertarungan adalah latihan yang mengaplikasikan teknik gerakan dasar atau poomse, dimana dua orang yang bertarung saling mempraktekkan teknik serangan dan teknik pertahanan diri.

[sunting]Filosofi Sabuk pada Tae Kwon Do

  • Putih melambangkan kesucian,awal/dasar dari semua warna,permulaan.(mempelajari jurus dasar 1)
  • Kuning melambangkan bumi,disinilah mulai ditanamkan dasar-dasar TKD dengan kuat.?(mempelajari jurus dasar 2)
  • Hijau melambangkan hijaunya pepohonan,pada saat inilah dasar TKD mulai ditumbuhkembangkan.(mempelajari jurus dasar 3)
  • Biru melambangkan birunya langit yang menyelimuti bumi dan seisinya,memberi arti bahwa kita harus mulai mengetahui apa yang telah kita pelajari.(mempelajari jurus dasar 4)
  • Merah melambangkan matahari artinya bahwa kita mulai menjadi pedoman bagi orang lain dan mengingatkan harus dapat mengontrol setiap sikap dan tindakan kita.(mempelajari jurus dasar 5&6)
  • Hitam melambangkan akhir,kedalaman,kematangan dalam berlatih dan penguasaan diri kita dari takut dan kegelapan.(mempelajari jurus dasar 7&8)

Perubahan warna sabuk,harus bisa jurus-jurus. seperti jurus dasar 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8.

[sunting]Asal mula taekwondo

Pada dasarnya manusia mempunyai insting untuk selalu melindungi diri dan hidupnya, hal ini secara disengaja maupun tidak akan memacu aktivitas fisiknya sepanjang waktu. Manusia dalam tumbuh dan berkembang tidak dapat lepas dari kegiatan / gerakan fisiknya , tanpa menghiraukan waktu dan tempat. Pada masa kuno manusia tidak punya pikiran lain untuk mempertahankan dirinya kecuali dengan tangan kosong, hal ini secara alamiah mengembangkan teknik - teknik bertarung dengan tangan kosong. Pada saat kemampuan bertarung secara tangan kosong dikembangkan sebagai suatu cara untuk menyerang dan bertahan, digunakan pula untuk membangun kekuatan fisik seseorang, bahkan dijadikan pertunjukan dalam acara ritual. Manusia mempelajari teknik - teknik bertarung didapat dari pengalaman nya melawan musuh - musuhnya. Inilah yang diyakini menjadi dasar seni beladiri Taekwondo yang kita kenal sekarang, dimana pada masa lampau dikenal sebagai 'Subak" , "Taekkyon", " Takkyon" , maupun beberapa nama lainnya. Pada asal mula sejarah Semenanjung Korea , ada 3 suku bangsa / kerajaan yang mempertunjukan kontes seni beladiri pada acara ritualnya. Ketiga kerajaan ini saling bersaing satu sama lain, ketiganya adalah Koguryo, Paekje dan Silla, semuanya melatih para ksatria untuk dijadikan salah satu kekuatan negara, bahkan para ksatria yang tergabung dalam militer saat itu, menjadi warga negara yang mempunyai kedudukan yang sangat terpandang. Menurut catatan , kelompok ksatria muda yang terorganisir seperti " Hwarangdo" di Silla dan "Chouisonin " di Koguryo, semuanya menjadikan latihan seni beladiri sebagai salah satu subyek penting yang harus dipelajari. Sebuah buku tentang seni beladiri yang disebut " Muye Dobo Tongji " menyebutkan : " ( Taekwondo) Seni pertarungan tangan kosong adalah dasar dari seni beladiri , yang membangun kekuatan dengan melatih tangan dan kaki hingga menyatu dengan tubuh agar dapat bergerak bebas leluasa, sehingga dapat digunakan saat menghadapi situasi yang kritis, berarti ( Taekwondo ) dapat digunakan setiap saat ".

[sunting]Koguryo's 'sonbae' dan Taekkyon

Koguryo yang berdiri pada 57 tahun seblem masehi di semenanjung Korea bagian utara, membentuk kesatuan para ksatria tangguh yang disebut 'Sonbae', yang artinya laki - laki yang bersifat baik dan tak pernah takut dalam bertarung / perang . Dalam buku sejarah disebutkan bahwa saat Dinasti Chosun Kuno memerintah , tanggal 10 Maret setiap tahunnya pada hari raya Koguryo, masyarakat merayakan nya dengan acara - acara kontes tarian pedang, memanah, subak ( Taekkyon ) dan sebagainya. Kontes Subak ( Taekyon ) sebutan untuk Seni beladiri Taekwondo pada masa itu adalah salah satu kegiatan yang sangat populer. Penemuan beberapa lukisan dinding makam pada masa Koguryo, yang menggambarkan 2 orang yang saling bertarung dalam sikap Takkyon ( Taekwondo ), membuktikan bahwa seni beladiri yang sekarang kita kenal sebagai Taekwondo telah dipraktekan sejak 2000 tahun yang lalu di Semenanjung Korea.

[sunting]Shilla's 'Hwarang" dan Taekkyon

Kerajaan Shilla berdiri pada tahun 57 sebelum masehi di tenggara semenanjung Korea, secara geografis tidak terancam dari luar, tetapi dengan berdirinya Kerajaan Pakje disisi barat dan awal serbuan dari Koguryo dari utara maka Kerjaan Shilla mempersenjatai diri dengan meningkatkan dengan kemampuan seni beladiri yang berkembang saat itu. " Hwarangdo" adalah tipe beladiri dari Shilla yang merupakan asimilasi dari sistem beladiri " Sonbae " dari Koguryo. Anggota - anggota Hwarang berlatih keras dengan semboyannya yang terkenal yaitu bakti kepada orang tua, setia pada negara & bangsa, pantang mundur dlm perang. Kim Yu Sin dan Kim Chun Chu adalah orang - orang yang memberikan sumbangan besar bagi penyatuan 3 kerajaan di Semennajung Korea. Dalam catatan peristiwa dari Chosun melukiskan kehidupan para Hwarang , sebutan bagi para ksatria yang mempelajari Hwarangdo, para hwarang diseleksi oleh kerajaan , dan setelahnya mereka hidup dan berkumpul dalam kelompok menurut yang mereka pelajari, seperti Subak ( bentuk dari Taekwondo kuno ), bermain pedang, berkuda dan bermain " Sirum" / gulat gaya Korea. Diwaktu damai, hwarang bekerja melayani masyarakat, membantu keadaan darurat dan membangun jalan & benteng, siap mengorbankan hidupnya saat berperang. Hwarang sangat dipengaruhi oleh disiplin agama Budha, dapat dilihat di Kyonju Museum sangat jelas ditunjukan bahwa seni beladiri ini dipraktekan di kuil - kuil, digambarkan dengan adegan laki - laki yang tampak kuat dalam sikap menyerang dan bertahan dengan tangan kosong. Sikap yang ditampilkan sangat menarik adalah sikap Kumgang Yoksa yang sama dengan sikap pada beladiri Taekwondo sekarang . Ini membuktikan bahwa pada masa kerajaan Shilla " Subak" dan "Taekkyon" tampak / muncul bersamaan , dan keduanya menandakan bahwa teknik - teknik tangan dan kaki tersebut dipakai dalam Taekwondo sekarang ini.

[sunting]Taekkyon dari Koguryo ke Shilla

Seni bela diri Taekkyon yang populer di Koguryo, ternyata tertulis juga di Shilla, dibuktikan dengan : i. "Hwarang " ( Sonrang ) di Shilla mempunyai arti kata yang sama dengan "Sonbae" di Koguryo jika ditinjau dari sudut etymology. ii. Keduanya memiliki sistem organisasi dan hirarki yang sama. iii. Menurut catatan sejarah, Sonbae di Koguryo digunakan dalam kompetisi Taekkyon saat perayaan nasional, hwarang di Shilla juga memainkan Taekkyon ( Subak,dokkyoni, atau taekkoni ) dalam perayaan seperti "palkwanhoe" dan "hankawi", hal ini menunjukkan perkembangan secara sistematis teknik beladiri kuno ke Taekkyon / Sonbae yang menjadi dasar seni beladiri di Korea sekitar 200 tahun sesudah masehi. Mulai abad ke 4 sesudah masehi seni beladiri ini makin memasyarakat dan berkembang melalui sekolah / perguruan seni beladiri dengan berbagai kelompok teknik tangan kosong dan kaki.

[sunting]Masa Pertengahan

Pada Dinasti Koryo ( 918 sampai 1392 Masehi ) yang mana penyatuan Semenanjung Korea setelah Shilla, Taekkyon berkembang sangat sistematis dan merupakan mata ujian penting untuk seleksi ketentaraan. Teknik Taekkyon tumbuh menjadi senjata yang efektif untuk membunuh. Pada permulaan Dinasti Koryo, kemampuan beladiri menjadi kualifikasi untuk merekrut personel ketentaraan sebab kerajaan membutuhkan kemampuan pertahanan yang kuat setelah penaklukan seluruh semenanjung Korea. Kemampuan dalam beladiri Taekkyon sangat menentukan pangkat seseorang dalam ketentaraan. Raja - raja pada dinasti Koryo sangat tertarik pada kontes Taekkyon yang disebut "Subakhui", yang populer juga dimasyarakat dan dijadikan ajang perekrutan tentara. Namun pada akhir pemerintahan Dinasti Koryo ketika penggunaan senjata api mulai dikenal , membuat dukungan terhadap kemajuan beladiri berkurang jauh.

[sunting]Masa Modern

Pada masa modern Korea , saat Dinasti Chosun ( Yi ) pada tahun 1392 sampai 1910, Kerajaan Korea dan Jaman penjajahan Jepang sampai tahun 1945, Subakhui dan Taekkyon, sebutan Taekwondo pada saat itu mengalami kemunduran dan tidak mendapat dukungan dari pemerintah yang memodernisasi tentaranya dengan senjata api. Dinasti Yi yang didirikan dalam ideologi Konfusius , lebih mementingkan kegiatan kebudayaan daripada seni beladiri. Kemudian , saat raja Jungjo setelah invasi oleh Jepang pada tahun 1952, pemerintah kerajaan membangun kembali pertahanan yang kuat dengan memperkuat latihan ketentaraan dan praktek seni beladiri. Seputar periode ini, terbit sebuah buku tentang ilustrasi seni bela diri yang diber judul Muyedobo - Tonji, yang memuat gambar - gambar dan ilustrasi yang mirip / menyerupai bentuk / sikap ( Poomse ) dan Gerakan Dasar ( Basic Movement ) Taekwondo sekarang, namun tentunya hal ini tak dapat diperbandingkan begitu saja dengan Taekwondo saat ini yang telah dimodernisasi dengan penelitian yang berdasarkan ilmu pengetahuan modern ( Scientific Studies). Akan tetapi , saat penjajahan Jepang semua kesenian rakyat dilarang termasuk Taekkyon, untuk menekan rakyat Korea. Seni beladiri Taekkyon hanya diajarkan secara sembunyi oleh para master beladiri sampai masa kemerdekaan pada tahun 1945.

[sunting]Masa Sekarang

Seiring dengan kemerdekaan Korea dari penjajahan Jepang, konsep baru tentang kebudayaan dan tradisi mulai bangkit. Banyak para ahli seni beladiri mendirikan sekolah / perguruan beladiri . Dengan meningkatnya populasi dan hubungan kerjasama yang baik antar perguruan beladiri, akhirnya diputuskan menyatukan berbagai nama seni beladiri mereka dengan sebutan : Tae Kwon Do, pada tahun 1954. Pada 16 September 1961 sempat berubah menjadi Taesoodo namun kembali menjadi Taekwondo dengan organisasi nasionalnya bernama Korea Taekwondo Association ( KTA ) pada tanggal 5 Agustus 1965, dan menjadi anggota Korean Sport Council. Pada era tahun 1965 sampai 1970 an , KTA banyak menyelenggarakan berbagai acara pertandingan dan demonstrasi untuk berbagai kalangan pada skala nasional. Taekwondo berkembang dan menyebar dipelbagai kalangan, hingga diakui sebagai disiplin / program resmi oleh Pertahanan Nasional Korea , menjadi olahraga wajib bagi tentara dan polisi. Tentara Korea yang berpartisipasi dalam perang Vietnam dibekali keahlian Taekwondo, pada saat itulah Taekwondo mendapatkan perhatian besar dari dunia. Nilai lebih ini menjadikan Taekwondo dinyatakan sebagai olahraga nasional Korea. Pada tahun 1972, Kukkiwon didirikan, sebagai markas besar Taekwondo, hal ini menjadi penting bagi pengembangan Taekwondo keseluruh dunia. Kejuaran dunia Taekwondo yang pertama diadakan pada tahun 1973 di Kuk Ki Won,Seoul ,Korea Selatan, sampai saat ini kejuaraan dunia rutin dilaksanakan setiap 2 tahun sekali. Disamping itu , untuk meningkatkan kualitas Instruktur Taekwondo diseluruh dunia, Kukkiwon membuka Taekwondo Academy, yang mulai tahun 1998 telah membuka Program pelatihannya bagi Instruktur Taekwondo dari seluruh dunia. Kuk Ki Won, sebagai markas besar Taekwondo Dunia, disinilah pusat penelitian dan pengembangan Taekwondo, Pelatihan para Instruktur , sekretariat promosi ujian tingkat internasional. Pada 28 Mei 1973, The World Taekwondo Federation ( WTF ) didirikan, dan sekarang telah mempunyai 156 negara anggota dan Taekwondo telah dipraktekan oleh lebih dari 50 juta orang diseluruh penjuru dunia, dan angka ini masih terus bertambah seiring perkembangan Taekwondo yang makin maju dan populer. Taekwondo telah dipertandingkan diberbagai pertandingan multi even diseluruh dunia , dan Taekwondo telah dipertandingkan sebagai ekshibisi pada Olympic Games 1988 Seoul dan telah dipertandingkan sebagai cabang olahraga resmi di Olympic Games 2000, Sydney.

[sunting]Terminologi Tae Kwon Do

  1. Sabeum = Instruktur
  2. Sabeum Nim = Instruktur Kepala
  3. Seonbae = Senior
  4. Hubae = Junior
  5. Tae Kwon Do Junshin = Prinsip Ajaran Tae Kwon Do
  6. Muknyeom = Meditasi
  7. Dobok = Seragam Tae Kwon Do
  8. Ti = Sabuk Latihan
  9. Oen = Kiri
  10. Oreon = Kanan
  11. Joonbi = Siap
  12. Sijak = Mulai
  13. Kalryeo = Stop
  14. Keysok = Lanjutkan
  15. Keuman = Selesai
  16. A Nee = Tidak
  17. Yee = Ya
  18. Eolgol = Sasaran atas
  19. Moumtong = Sasaran tengah
  20. Arae = Sasaran bawah
  21. Kyungrye = hormat
  22. chariot= mempersiapkan diri
  23. nici= sekian
  24. belci ki manisi= tempat istirahat
  25. menicip= pengawas taekwondo

[sunting]Pukulan, Tendangan, dan Tangkisan

[sunting]Pukulan

  • Yeop Jireugi = Pukulan Samping
  • Chi Jireugi = Pukulan Dari Bawah Keatas
  • Dolryeo Jireugi = Pukulan Mengait
  • Pyojeok Jireugi = Pukulan Dengan Sasaran
  • momtong jireugi= pukulan mengarah ke tengah
  • are jireugi= pukulan ke bawah
  • oreon jireugi= pukulan dengan tangan kanan yang dilakukan sambil menendang(ap chagi)

[sunting]Tendangan

  • Ap Chagi = Tendangan Kedepan
  • Dollyo Chagi = Tendangan Melingkar Depan
  • Yeop Chagi = Tendangan Samping
  • Dwi Chagi = Tendangan Kebelakang
  • Twieo Dwi Chagi = Tendangan kebelakang Yang Dilakukan Sambil Melompat
  • goley chagi= tendangan double
  • sip chagi an chagi= tendangan yang dilakukan sambil melompat dan tangkisan aremaki

[sunting]Tangkisan

  • aremaki = Tangkisan bawah
  • Elgol maki = Tangkisan ke arah kepala
  • Bakat Momtong Bakat Maki = Tangkisan dari arah dalam menggunakan bagian dalam lengan bawah.
  • Bakat Momtong An Maki = Tangkisan dari arah dalam menggunakan bagian luar lengan bawah.
  • An Maki = tangkisan darri arah luar.
  • bina maki an maki= tangkisan yang dimulai dari lengan bawah dan saat masuk ke dalam harus melalui lengan atas.

[sunting]Lihat pula

[sunting]Pranala luar

Lihat informasi mengenaiTaekwondo di KamusWiki.

WTF:

ITF:

ITA:

Umum: