Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Rabu, 10 Desember 2008

Perjalanan Menelusuri Jejak Orangutan di Hutan Belantikan


Perjalanan Menelusuri Jejak Orangutan di Hutan Belantikan



 

oleh Sadewa, Staf Program Habitat

Centre for Orangutan Protection

 

 

Menelusuri hutan Kalimantan adalah hal yang saya nanti-nantikan sejak saya bekerja di Centre for Orangutan Protection (COP) selama hampir 3 bulan. Rasa ingin tahu saya tentang kondisi hutan Kalimantan yang disebut-sebut sebagai jantung dunia dan juga rumah bagi orangutan dan ribuan spesies lainnya selalu mengganggu dalam pikiran. Pertengahan bulan Oktober adalah saatnya saya bersama Novi Hardianto, Manajer Program Habitat, melakukan survey habitat orangutan di daerah Kalimantan Tengah.

 

Pada suatu pagi yang cerah, kami berangkat menggunakan mobil sewaan dengan tujuan Belantikan Raya, Lamandau. Saya dan Novi dibantu oleh dua orang lainnya, yaitu Frans dan Andi. Frans adalah sopir handal yang suka berpetualang, sedangkan Andi adalah saudara Frans yang diajak untuk membantu perjalanan ini.

 

Di tengah perjalanan, saya menyaksikan sungai-sungai besar yang meluap setelah hujan deras sehari sebelumnya. Beberapa rumah penduduk di sekitar sungai tampak terendam banjir. Penduduk pun sepertinya telah terbiasa dengan seringnya banjir melanda daerah mereka. Saat langit mulai gelap, kami pun segera mencari tempat penginapan.

 

Perjalanan kami lanjutkan setelah cukup beristirahat. Selama perjalanan ini saya menyaksikan betapa lajunya perindustrian telah menghabiskan ratusan ribu hektar hutan di Kalimantan Tengah. Dari atas jalanan menanjak ke arah bukit di daerah Runtu kami berhenti untuk memotret. Sejauh mata memandang yang saya lihat adalah kelapa sawit muda yang ditanam dengan sangat rapi seperti barisan. Kurang dari sepuluh tahun yang lalu daerah ini mungkin adalah hutan lebat yang ditumbuhi berbagai jenis pohon dan pastinya juga berbagai macam jenis satwa hidup di dalamnya.

 

Semakin jauh masuk ke pedalaman semakin banyak perkebunan skelapa sawit yang kami lihat. Dari tinggi pohon dan lebatnya daun, diperkirakan perkebunan tersebut sudah berumur belasan tahun. Sekitar satu kilometer dari perkebunan sawit, beberapa pekerja menunggu truk-truk pengangkut lewat. Sesaat setelah truk itu berhenti, para pekerja sawit naik di bak belakang truk untuk diantarkan ke kebun sawit yang kami lewati tadi.

 

Setelah melewati tiga desa kami sampai di sebuah pos penjagaan PT. Kalimantan Prima Coal (PT KPC) yang dijaga dua petugas. Kami pun turun dari kendaraan untuk meminta ijin, karena lokasi tujuan survey di Nanga Matu harus melintasi area konsesi perusahaan pertambangan itu. Seorang petugas berbadan tegap tidak mengijinkan kami masuk setelah Novi mengatakan kalau kami sedang melakukan survey orangutan. Petugas lain memberitahu kami dengan lebih ramah“, Ini adalah wilayah perusahaan, bukan jalan umum. Silahkan ambil jalur lain.” Petugas yang masih muda ini lalu menjelaskan jalan lain menuju Nanga Matu melalui Sei Palikodan.

 

Kami pun akhirnya harus kembali untuk menuju Nanga Matu melaui jalan lain. Saat berjalan sekitar 5 kilometer, dari kejauhan nampak debu tebal berterbangan dari truk yang sedang menaiki tanjakan. Sopir kami berseru, “Itu truk pengangkut kayu logging!” Novi pun segera meminta Frans untuk mengejar truk itu agar kami bisa mengambil gambarnya dari dekat. Kamera sudah dalam pegangan, saya pun segera memotret ketika kami mendekati truk itu. Muatannya kayu-kayu berdiameter lebih dari satu meter dengan panjang mencapai lebih dari 10 meter.

 

“Mungkin itu truk milik perusahaan penebangan di tepi sungai yang kita lalui tadi,” kata Frans. Ia menyebut nama seorang pengusaha yang cukup dikenal di Pangkalanbun, pemilik perusahaan tersebut. Setelah cukup memotret, sopir kami mengurangi laju mobil. Truk itu masih berjalan dan semakin menjauh.

 

Di desa Bayat, kami berkenalan dengan seorang pemuda setempat di sebuah warung yang kami singgahi. Pemuda tersebut bernama Jackius, atau Ius panggilannya. Ia menjelaskan arah menuju ke Nangamtu setelah kami menanyakan dimana lokasi desa tersebut. Bahkan, ia pun bersedia mengantarkan kami, karena ia juga akan pulang ke kampungnya yang terletak tak jauh dari desa tujuan kami. Beruntung, kami akhirnya mendapatkan seorang penunjuk jalan.

 

Oleh Ius kami disarankan untuk bermalam di camp PT Karda Traders, sebuah perusahaan penebangan kayu yang beroperasi di Belantikan Hulu dan memiliki camp di desa Sei Palikodan. Seperti di area konsesi PT KPC, jika ingin mencapai desa berikutnya harus melewati pos penjagaan milik PT Karda Traders. Bedanya, di camp ini pos penjagaan dijaga oleh sekitar sepuluh anggota Brimob. Meski pos ini dijaga lebih banyak petugas, tapi kami lebih mudah mendapatkan ijin melintas. Malam itu kami menginap di camp  tersebut setelah  mendapatkan ijin dari pimpinan proyek.

 

Keesokan paginya matahari tertutup mendung. Kami bangun dan mengamati hutan-hutan yang berada di sekeliling camp. Ternyata hutan itu masih cukup lebat. Kawasan ini hingga melewati 5 desa ke arah utara mendekati pegunungan Swachner masih merupakan kawasan hutan yang dihuni oleh berbagai macam jenis satwa diantaranya Owa, Tarsius, Rangkong, Kancil, dan juga Orangutan.

 

Kami segera bergegas untuk segera melanjutkan perjalanan. Sebelum berangkat Ius memberitahu bahwa perjalanan ini nanti akan menempuh medan yang berat, karena jalan yang akan dilalui cukup licin setelah diguyur hujan beberapa hari yang lalu. Mobil Kijang Krista yang kami bawa juga tidak mendukung untuk kondisi medan yang kami lalui. Seperti yang dikhawatirkan, mobil kami sempat terperosok ke dalam lumpur hingga dua kali. Hingga sampai pada tanjakan sebelum masuk desa Nanga Matu mobil kami tidak sanggup naik karena jalan cukup licin dan saat itu hujan mulai turun. Siang itu kami memutuskan kembali ke desa Benuatan untuk menyewa perahu penduduk dan meneruskan perjalanan lewat jalur sungai.

 

Hutan di sepanjang jalur sungai Belantikan yang kami susuri adalah hutan primer yang masih terjaga, meskipun di beberapa titik kami temui beberapa lahan terbuka yang telah dibakar oleh penduduk setempat untuk dijadikan ladang. Selama menyusuri sungai itu kami juga melihat beberapa jenis satwa yang hidup di sekitar sungai, seperti Rangkong, Elang Bondol, Bekakak, dan Kera Macaca.

 

Kami sampai di Nanga Matu setelah menempuh hampir dua jam perjalanan. Desa Nanga Matu adalah sebuah perkampungan kecil yang dihuni 39 kepala keluarga. Di desa ini terdapat sebuah base camp milik Yayasan Orangutan Indonesia (Yayorin). Ius mengantarkan kami ke camp Yayorin tersebut untuk singgah. Kami mendapatkan banyak informasi dan wawasan tentang pemberdayaan masyarakat dari sharing dengan staf Yayorin.

 

Berdasarkan Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) 2004, populasi orangutan di kawasan Belantikan ini diperkirakan sekitar 5000 ekor. Dengan luas hutan yang masih tersedia, maka populasi orangutan di daerah ini masih bisa bertahan. Namun, dari pengamatan dan interview masyarakat yang kami lakukan di beberapa wilayah, untuk tahun-tahun ke depan populasi ini dapat terus menurun. Hutan di daerah ini masih terancam oleh praktik pembabatan pohon dan pembukaan lahan.

 

Warga yang kami temui di desa Kahingai mengatakan bahwa beberapa kali perusahaan kelapa sawit ingin membuka lahan di daerah ini, tapi warga selalu menolak tawaran tersebut. “Selama bertahun-tahun kami masih mempertahankan hutan di sini dari perusahaan sawit. Kami tidak pernah menerima tawaran mereka, karena perusahaan sawit selalu menginginkan lahan yang luas. Hutan kami bisa habis,” kata Kibung, warga setempat.

 

Kibung juga menambahkan bahwa PT KPC yang berada di desa Bayat saat ini telah beroperasi, padahal perusahaan pertambangan baru tersebut masih berijin survey. “Kami melihat alat-alat produksi PT KPC telah bekerja. Mereka juga telah mengeluarkan limbah yang dibuang ke sungai. Setahu kami perusahaan belum mendapat ijin produksi,” ujarnya.

 

Siang itu kami memutuskan untuk meninggalkan Belantikan. Kami telah mendapatkan cukup informasi dari survey yang kami lakukan untuk mengetahui kondisi habitat orangutan beserta ancamannya di daerah tersebut. Keesokan harinya kami harus meneruskan survey di lokasi lainnya, yaitu Tumbang Telaken dan Taman Nasional Sebangau.

 

Tidak ada komentar: